Jakarta, DetikBisnis.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keyakinannya bahwa ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh sekitar 5% pada tahun 2025, meskipun dihadapkan pada ancaman dari kebijakan tarif yang diprediksi akan kembali diberlakukan oleh Donald Trump jika terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat.
Proyeksi ini sedikit lebih tinggi dibandingkan perkiraan terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan estimasi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,7% dari sebelumnya 5,1%.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (24/4/2025), Sri Mulyani menyampaikan bahwa proyeksi optimistis ini ditopang oleh sejumlah faktor, termasuk konsumsi masyarakat yang masih kuat serta belanja pemerintah yang meningkat, terutama dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan bantuan sosial yang mulai disalurkan sejak awal tahun hingga menjelang perayaan Idulfitri.
Untuk tahun ini, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran THR sebesar Rp49,4 triliun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), meningkat 1,44% dari tahun sebelumnya.
Di samping itu, aktivitas investasi tetap menunjukkan tren positif, ditandai dengan kelanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan meningkatnya pembangunan properti swasta. Sektor manufaktur yang tetap berada di zona ekspansif juga menjadi penopang pertumbuhan, khususnya dari investasi non-bangunan, seperti pengadaan alat berat dan barang modal lainnya.
Tercatat, realisasi investasi sepanjang kuartal I-2025 mencapai Rp465,2 triliun, tumbuh 2,7% dibanding kuartal sebelumnya, dan melonjak 15,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, kinerja ekspor pun menunjukkan perbaikan. Ekspor non-migas meningkat pada Maret 2025, terutama untuk produk minyak kelapa sawit (CPO), besi dan baja, serta mesin dan peralatan listrik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Indonesia pada bulan tersebut mencapai US$23,35 miliar, naik 5,95% dari Februari dan tumbuh 3,16% secara tahunan.
Pemerintah, menurut Sri Mulyani, juga aktif memperluas pasar ekspor ke kawasan ASEAN+3, BRICS, serta Eropa, guna mengantisipasi potensi dampak dari kebijakan perdagangan internasional yang semakin protektif, terutama dari Amerika Serikat.