Guangzhou, DetikBisnis.com – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina kembali memanas, memunculkan kekhawatiran akan pecahnya perang dagang skala besar yang dapat mengguncang perekonomian global. Situasi ini dipicu oleh langkah mantan Presiden AS Donald Trump yang kembali mengusulkan tarif masuk sebesar 245 persen terhadap sejumlah produk asal Cina. (15/04)
Trump bukanlah wajah baru dalam kebijakan proteksionisme terhadap Cina. Selama masa jabatannya, ia telah memberlakukan berbagai tarif tinggi, yang kemudian tetap diberlakukan bahkan diperluas oleh penerusnya, Presiden Joe Biden. Dampaknya terasa signifikan, dengan proporsi impor barang dari Cina ke AS menyusut dari 21 persen pada 2016 menjadi 13 persen pada 2024.
Penurunan tersebut memangkas ketergantungan Amerika terhadap produk asal Cina, namun di balik data itu tersimpan kenyataan pahit. Ekonomi Cina, yang masih bertumpu pada sektor ekspor, mulai terasa goyah. Tahun lalu, ekspor menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kini, jutaan tenaga kerja di sektor manufaktur, yang sebagian besar memproduksi barang untuk pasar AS, mulai merasakan tekanan.
Di kawasan industri Guangdong, situasi mulai suram. Di sekitar area pameran dagang terbesar, Canton Fair, kehidupan para pekerja bergulir dalam bayang-bayang ketidakpastian. “Segalanya tidak berjalan baik,” ujar seorang pekerja pabrik dengan suara pelan. Ia mengeluhkan pendapatan yang semakin menurun sejak pandemi, dari 300 yuan per hari menjadi sekitar 100 yuan saat ini.
Tekanan juga dirasakan para pelaku UMKM lokal. Lionel Xu, pemilik Sorbo Technology di provinsi Zhejiang, menunjukkan tumpukan produk yang tak bisa dikirim ke pasar AS. Perusahaannya, yang memproduksi alat pengusir nyamuk, sebelumnya memasok produk ke jaringan ritel besar seperti Walmart. Kini, seluruh produknya tertahan akibat kebijakan tarif tinggi. “Ini benar-benar sulit bagi kami,” keluh Xu. Ia mengungkapkan bahwa separuh produksi perusahaannya ditujukan untuk pasar Amerika, dan saat ini ratusan karyawan menghadapi masa depan yang tak pasti.
Xu bukan satu-satunya. Amy, pengusaha dari Guangdong Sailing Trade Company, juga terpaksa menghentikan produksi mesin es krim karena pesanan dari AS menghilang. Barang-barangnya kini menumpuk di gudang tanpa kejelasan distribusi. “Kami khawatir. Bagaimana jika Trump tidak mengubah keputusannya? Itu bisa menghancurkan pabrik kami,” ungkap Xu dengan nada cemas.
Kisah-kisah serupa mewarnai gelaran Canton Fair tahun ini. Banyak pengusaha kecil berharap bisa menjaring pembeli dari negara lain, meski dengan margin yang jauh lebih tipis. Xu, yang tengah bersiap menemui pembeli dari Australia, hanya mengangkat bahu saat ditanya soal prospek ke depan. “Kita lihat saja. Mungkin akan membaik dalam satu atau dua bulan, mungkin saja,” ujarnya singkat.