Jakarta, DetikBisnis.com – Ketua Asosiasi Perusahaan Penjaminan Daerah (Aspenda) Agus Subrata menyampaikan optimismenya terhadap masa depan industri penjaminan di Indonesia. Menurutnya, peluang besar masih terbuka lebar pada 2025, terutama jika perusahaan penjaminan mulai lebih serius menyasar sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), baik melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun non-KUR. (15/04)
Industri penjaminan dinilai memiliki potensi besar untuk memperkuat perannya dalam mendukung pembiayaan UMKM. Agus merujuk pada data Statistik Perbankan Indonesia periode Agustus 2024, yang menunjukkan bahwa KUR menyumbang 33,2 persen terhadap total kredit UMKM dan 6,5 persen dari keseluruhan kredit perbankan nasional. “Prospek industri penjaminan 2025 masih terbuka luas. Setidak-tidaknya perusahaan penjaminan harus mulai fokus untuk menggarap penjaminan UMKM yang jumlahnya sangat besar melalui program KUR atau Non KUR,” ujarnya.
Agus, yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Jamkrida Jawa Barat, menilai bahwa selain KUR, masih banyak jenis penjaminan yang belum optimal dimanfaatkan oleh pelaku industri. Di antaranya adalah penjaminan atas surat utang, transaksi perdagangan, surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN), letter of credit, bea cukai (customs bond), hingga penjaminan cukai. Meski begitu, ia juga mengakui adanya tantangan besar, seperti persaingan dengan asuransi umum dan masih rendahnya tingkat penetrasi produk penjaminan di pasar pembiayaan nasional.
“Industri penjaminan memiliki peran penting dalam mendukung UMKM, terutama kemudahan akses ke lembaga pembiayaan serta mendukung industri perbankan nasional khususnya dalam penyaluran kredit,” tegasnya. Ia menekankan pentingnya penguatan analisis risiko oleh perusahaan penjaminan guna mengantisipasi lonjakan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Agus juga menyarankan perlunya pendekatan yang lebih pruden dalam proses analisis pinjaman, penetapan tarif yang proporsional, akses yang mudah terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, serta penguatan cadangan IJP dan klaim, termasuk digitalisasi proses bisnis demi efisiensi.
Sektor UMKM kini dinilai makin strategis, terlebih dengan dukungan nyata dari pemerintah. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional telah mencapai 61 persen. Faktor-faktor seperti digitalisasi, pergeseran perilaku konsumen, perkembangan e-commerce, serta semakin kuatnya merek lokal turut mendorong industri penjaminan untuk lebih terlibat dalam pembiayaan UMKM.
Agus juga menyebut bahwa permintaan terhadap produk bank garansi mengalami peningkatan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan banyaknya proyek pembangunan di berbagai daerah. “Penjaminan KUR saat ini mulai melibatkan perusahaan penjaminan daerah [Jamkrida] dan tidak lagi didominasi perusahaan penjaminan BUMN, terutama sekali untuk KUR yang letak UMKM-nya berlokasi di daerah-daerah yang ada Jamkrida-nya,” pungkasnya.