Yogyakarta, DetikBisnis.com – Di pusat Yogyakarta, berdiri dua tempat yang tak hanya menarik minat wisatawan, tetapi juga menjadi simbol penting dalam pelestarian budaya Jawa: Hamzah Batik dan The House of Raminten. Kedua tempat ini tak terlepas dari peran seorang pengusaha dan seniman visioner, Hamzah Sulaiman, yang mengabdikan hidupnya untuk melestarikan budaya Jawa melalui dunia bisnis dan seni.
Hamzah, putra bungsu dari lima bersaudara, lahir dalam keluarga pendiri Grup Mirota. Nama “Mirota” berasal dari singkatan “Minuman, Roti, dan Tawar”, usaha toko kelontong yang dirintis orang tuanya pada tahun 1950-an di Kotabaru, Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan D2 Bahasa Inggris dan sempat bekerja di kapal Amerika, Hamzah kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan usaha keluarga.
Pada tahun 1979, Hamzah membuka Mirota Batik di Jalan Malioboro, memulai usaha dengan menyewa tiga stand yang menjual batik dan kerajinan. Usahanya berkembang pesat, menjadikan Mirota Batik salah satu pusat oleh-oleh terbesar di Yogyakarta. Namun, pada 2 Mei 2004, musibah kebakaran menghanguskan toko tersebut. Meski demikian, Hamzah tidak menyerah dan membangun kembali toko tersebut menjadi gedung empat lantai yang lebih besar, dan mengganti namanya menjadi Hamzah Batik sebagai penghormatan atas perjuangannya.
Hamzah, yang memiliki kecintaan mendalam terhadap seni, khususnya seni tari dan peran, terjun ke dunia akting dan menciptakan karakter “Raminten”, seorang wanita tua Jawa yang ia perankan dalam acara ketoprak komedi “Pengkolan” di Jogja TV. Karakter ini menjadi sangat populer sehingga Hamzah memutuskan untuk mengabadikannya dalam bentuk patung yang kini menjadi ikon di depan Hamzah Batik dan The House of Raminten.
Pada 26 Desember 2008, Hamzah mendirikan The House of Raminten, sebuah restoran di Kotabaru yang awalnya hanya menjual jamu tradisional dan mi instan. Dengan konsep yang menggabungkan budaya Jawa, seperti arsitektur tradisional, aroma dupa, alunan gamelan, dan pelayan berpakaian adat, restoran ini segera berkembang pesat. Menu andalan “Sego Kucing” seharga Rp1.000 menjadi daya tarik utama bagi pengunjung dari berbagai kalangan.
Bagi Hamzah Sulaiman, kesuksesan bukan hanya tentang keuntungan bisnis, tetapi juga tentang kontribusi nyata dalam melestarikan budaya Jawa. Di Hamzah Batik, pengunjung bisa menyaksikan langsung proses pembuatan batik, sementara di The House of Raminten, mereka bisa menikmati pertunjukan tari klasik Jawa setiap Jumat siang.
Kini, di usia 73 tahun, Hamzah telah menyerahkan pengelolaan bisnisnya kepada anak angkat dan pegawai kepercayaannya. Meski demikian, semangat dan visinya tetap terpatri dalam setiap aspek bisnis yang ia rintis. Hamzah Sulaiman membuktikan bahwa dengan dedikasi dan kecintaan terhadap budaya, seorang pedagang bisa menjadi ikon budaya yang menginspirasi banyak orang.
Kisah Hamzah menunjukkan bahwa kesuksesan sejati tidak hanya terukur dari keuntungan materi, tetapi juga dari kontribusi yang diberikan dalam melestarikan dan mempromosikan budaya bangsa.