Surabaya, DetikBisnis.com – Nilai tukar rupiah yang terus tertekan menjadi perhatian serius dalam perekonomian nasional. Selain memperberat biaya impor, depresiasi mata uang ini juga mencerminkan kondisi fundamental ekonomi dalam negeri dan memengaruhi kepercayaan investor.
Prof. Dr. Imron Mawardi, SP M.Si, Guru Besar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), menuturkan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal dan internal.
“Dari sisi global, gejolak seperti kebijakan tarif yang diinisiasi oleh Presiden Trump memicu ketidakpastian di pasar keuangan dunia. Situasi ini turut menekan nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah,” jelas Prof. Imron.
Selain itu, ia menyebutkan bahwa kondisi dalam negeri turut berperan. Ketidakpastian politik, fluktuasi harga komoditas, serta ketidakkonsistenan kebijakan ekonomi membuat investor asing berpikir ulang dan menarik modalnya dari Indonesia—menambah tekanan terhadap rupiah.
Pelemahan mata uang nasional ini memberikan efek domino, khususnya bagi pelaku industri yang mengandalkan bahan baku impor. Kenaikan biaya produksi akibat mahalnya impor dapat memicu inflasi berbasis biaya atau cost-push inflation.
“Ketika rupiah melemah, otomatis biaya bahan impor naik. Imbasnya, harga produksi dalam negeri pun ikut terdorong naik, dan ini bisa menyebabkan inflasi,” ujar mantan jurnalis tersebut.
Meski begitu, Prof. Imron optimis Indonesia tetap memiliki potensi untuk menarik investor global. Pasar domestik yang besar dan potensi ekonomi yang menjanjikan masih menjadi nilai lebih. Namun demikian, ia menegaskan bahwa stabilitas kebijakan dan insentif yang tepat perlu diberikan untuk menjaga daya saing dengan negara lain seperti Vietnam.
Dalam konteks ini, ia menegaskan peran penting pemerintah dan Bank Indonesia. Pemerintah diminta lebih fokus dalam meningkatkan ekspor serta mendorong masuknya investasi asing dengan pendekatan yang terstruktur. Di sisi lain, Bank Indonesia diharapkan aktif melakukan intervensi guna menjaga stabilitas jangka pendek nilai tukar rupiah.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat turut berkontribusi dalam stabilisasi ekonomi. “Jangan panik dan jangan memborong dolar. Kita juga bisa membantu dengan mencintai produk lokal, agar ketergantungan pada impor menurun,” pesannya.
Di tengah ketidakpastian global, Prof. Imron menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi tekanan terhadap rupiah. “Langkah strategis seperti mendorong ekspor, menjaga stabilitas kebijakan, serta dukungan masyarakat terhadap produk lokal adalah fondasi penting untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Informasi Pakar: Prof. Dr. Imron Mawardi, SP., M.Si, Guru Besar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair).