Jakarta, DetikBisnis.com – Otomatisasi semakin menjadi andalan banyak perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional. Di sektor Business Process Outsourcing (BPO), ekspektasi terhadap transformasi digital semakin tinggi. Namun di Indonesia, kompleksitas lokal membuat otomatisasi total sulit diwujudkan. Terdapat lima faktor utama yang memperlihatkan pentingnya tetap melibatkan peran manusia.
Pertama, regulasi di Indonesia yang kerap berubah dan penuh nuansa interpretatif menjadikan proses yang terkait hukum, perpajakan, dan perizinan sulit diotomatisasi sepenuhnya. Sistem otomatis sering kali tak mampu menangani kebutuhan adaptif terhadap peraturan yang ambigu.
Kedua, masih adanya kesenjangan digital antar wilayah. Walau akses internet terus meningkat, penetrasi belum merata. Menurut APJII akhir 2024, penetrasi internet nasional baru mencapai 73,7%, menyulitkan penerapan otomatisasi berbasis cloud di wilayah terpencil.
Ketiga, interaksi manusia tetap esensial dalam layanan pelanggan. Studi Contact Center World mencatat tingkat kepuasan pelanggan 15% lebih tinggi saat dilayani manusia. Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural, empati dan pemahaman konteks sosial sangat dibutuhkan, terutama untuk masalah pelanggan yang kompleks.
Keempat, sejumlah layanan BPO membutuhkan keahlian spesifik yang sulit dikodifikasi. Misalnya analisis risiko atau strategi rantai pasok. Survei Korn Ferry menunjukkan bahwa kebutuhan akan talenta spesialis justru meningkat seiring otomatisasi, mengindikasikan peran manusia kini lebih strategis.
Kelima, proses transformasi digital sering terhambat oleh resistensi internal dan tantangan teknis. Banyak inisiatif otomatisasi gagal karena kurangnya edukasi, perencanaan, dan adaptasi sistem antar perusahaan yang berbeda tingkat kematangannya.
Daripada menggantikan peran manusia, pendekatan yang lebih realistis adalah augmentasi—memanfaatkan teknologi untuk mendukung pekerjaan manusia, bukan mengeliminasi. Otomatisasi sebaiknya difokuskan pada tugas berulang, sementara tenaga kerja mengerjakan hal strategis, kreatif, dan yang memerlukan intuisi.
Deloitte mencatat tren baru di mana perusahaan memilih proses-proses yang tepat untuk diotomatisasi, sambil memperkuat fungsi manusia di sektor yang tidak bisa digantikan mesin. Di Indonesia, kesuksesan BPO di masa depan akan bergantung pada kemampuan menggabungkan kecanggihan teknologi dan fleksibilitas sumber daya manusia.
Singkatnya, BPO di Indonesia butuh strategi kolaboratif: mengotomatisasi dengan bijak sambil tetap memberdayakan manusia sebagai fondasi utama kualitas layanan.
Informasi Pakar: Wijantini, Pemerhati Kesulitan Keuangan, Prasetya Mulya Business School