• About
  • Contact Us
Sunday, May 18, 2025
Detik Bisnis
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Peristiwa
  • Event
  • Kuliner
  • Fashion
  • Edukasi
  • Beauty
  • Digital
  • Pertanian
  • Lainnya
    • Living
    • Kriya
    • Health
    • Hobi
    • Jasa
  • Kolom
    • Profil
    • Story
    • Pakar
    • Opini
    • Editorial
  • Home
  • Peristiwa
  • Event
  • Kuliner
  • Fashion
  • Edukasi
  • Beauty
  • Digital
  • Pertanian
  • Lainnya
    • Living
    • Kriya
    • Health
    • Hobi
    • Jasa
  • Kolom
    • Profil
    • Story
    • Pakar
    • Opini
    • Editorial
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Kenapa Kita Perlu Beralih ke ‘Slow Fashion’? Solusi Tampil Gaya Tapi Tetap Bertanggung Jawab

Lebih dari sekadar gaya, slow fashion adalah wujud kepedulian terhadap bumi dan sesama.

Regional Office by Regional Office
April 23, 2025
in Opini
Reading Time: 4 mins read
0
Home Opini
0
SHARES
2
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on LinkedinShare on Whatsapp

Mengikuti tren fesyen kini makin mudah dengan kehadiran platform daring: sekali klik, pakaian baru masuk keranjang dan bisa langsung check out. Ada tren baru dengan diskon mantap? Tinggal beli lagi. Tanpa disadari, pakaian pun menumpuk di lemari, padahal jarang dipakai.

Fast fashion, berkembang pesat lewat pengaruh media sosial dan influencer, membuat pakaian trendy dengan harga murah kian menjamur dan menarik minat masyarakat untuk berbelanja, tampil gaya, dan selalu mengikuti mode terbaru. Namun, kebiasaan ini membuat banyak anak muda terjebak dalam siklus pembelian impulsif yang tak hanya boros, tetapi juga menyumbang emisi dan permasalahan lingkungan.

READ ALSO

Pertumbuhan ekonomi digital ciptakan permintaan tinggi jasa akuntansi

Etika Pasar dan Transparansi Digital Membangun Kepercayaan dalam Ekonomi Modern

Fenomena ini memunculkan gerakan slow fashion yang mengajak kita lebih sadar, selektif, dan bertanggung jawab dalam belanja fesyen.

Dari Mana Asal Muasal Emisi Pakaian?

Emisi pakaian berasal dari proses produksi dan juga limbah setelah konsumsi. Proses produksi pakaian seperti pewarnaan dan pemintalan kain butuh energi besar dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar pula. Produksi 1 kilogram kain, misalnya, bisa menghasilkan antara 20-23 kg gas rumah kaca.

Setelah pakaian digunakan, masalah masih berlanjut. Sekitar 73% tekstil berujung sebagai limbah, dan hanya kurang dari 1% yang didaur ulang. Pembakaran pakaian bekas melepaskan zat kimia berbahaya dan mikroplastik ke udara, menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca dan memperburuk kualitas lingkungan. https://www.youtube.com/embed/tLfNUD0-8ts?wmode=transparent&start=0

Secara global, industri fesyen menyumbang 92 juta ton sampah pakaian yang menumpuk di tempat pembuangan akhir setiap tahunnya. Di Indonesia, limbah tekstil diperkirakan mencapai 2,3 juta ton per tahun, dan diprediksi akan naik hingga 70% jika tidak ada intervensi apapun.

Slow Fashion Sebagai Solusi

Slow fashion mendorong konsumen agar lebih bijaksana dalam mengonsumsi pakaian dengan pergeseran pola pikir dari kuantitas ke kualitas, sehingga umur pakaian lebih panjang dan berkualitas tinggi. Dengan begitu, konsumen tidak perlu sering-sering membeli pakaian.

Di ranah etis, gerakan ini menantang industri fast fashion yang sering kali mengabaikan permasalahan tenaga kerja, seperti peristiwa runtuhnya Rana Plaza yang menewaskan ribuan pekerja garmen di Bangladesh pada 2013 lalu.

Slow fashion fokus pada penghormatan dan pemberian kompensasi yang adil. Komoditas produksinya juga dimaksimalkan berbasis kerajinan produk yang dibuat oleh pekerja berketerampilan tinggi dan sumber lokal.

Masalahnya, riset yang saya lakukan bersama tim menunjukkan ada banyak tantangan dan butuh kerja ekstra untuk membuat tren ini menjadi gaya hidup masyarakat.

Berikut adalah beberapa tantangan sekaligus solusi untuk perkembangan slow fashion:

1. Fesyen berkelanjutan masih mahal

Dari sudut pandang konsumen, harga dan tren adalah daya tawar utama. Fast fashion menawarkan perkembangan pakaian terkini dengan harga terjangkau, sementara pakaian ramah lingkungan harganya cenderung lebih mahal.

Misalnya, harga kaos berbahan 100% serat TENCEL™ Lyocell, yang mengklaim sebagai lini pakaian berkelanjutan adalah US$85,5 atau Rp1,2 juta. Sementara konsumen bisa membeli baju serupa dari ritel fast fashion dengan harga Rp200 ribu–Rp300 ribu.

Rantai produksi mereka mungkin bisa menjelaskan mengapa pakaian tersebut wajar di banderol dengan harga tinggi. Namun, konsumen secara umum tidak melihat pentingnya sistem penghargaan ini–mereka hanya merogoh kocek dan menemukan isi kantong tidak cukup membelinya. Adapun konsumen generasi muda, meski lebih sadar lingkungan, daya beli mereka masih rendah.

Baca juga: Tren #Deinfluencing: Katanya Mengakhiri Konsumsi Berlebihan, Padahal Kapitalistik Juga
Urusan ‘kantong pembeli’ ini menjadi hambatan utama yang membatasi keberlanjutan dan perilaku pro lingkungan. Harga yang tinggi menjadikan fesyen berkelanjutan tidak inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, pelaku bisnis fesyen harus mencari keseimbangan antara ongkos produksi dan harga jual.

2. Persaingan mode

Data Tinkerlust Impact Report 2022 mengungkapkan bahwa sebanyak 63,46% orang Indonesia lebih suka membeli produk fast fashion karena kemudahan akses dan tampilannya yang fashionable.

Sementara slow fashion menghadapi tantangan persepsi bahwa produknya kurang modis alias tidak trendy dan pilihannya juga terbatas. Untuk itu, industri slow fashion mungkin harus berusaha memastikan produk mereka tetap stylish agar menarik pelanggan terutama dari kalangan muda.

3. Kesadaran publik

Tantangan besar lainnya adalah masih minimnya kesadaran publik akan fesyen berkelanjutan. Ada pekerjaan rumah bersama mengedukasi konsumen untuk menahan pembelian pakaian baru dan melakukan usaha lebih untuk memperpanjang usia pemakaian pakaian.

Riset kami menunjukkan, salah satu medium yang ampuh untuk mengedukasi masyarakat adalah media sosial, terutama Instagram.

Menurut Digital Report 2023, 64,5% masyarakat Indonesia cenderung menggunakan media sosial untuk mencari informasi mengenai merek dan produk, dan #fashion merupakan hashtag Instagram yang paling banyak digunakan. Laporan yang sama menunjukkan bahwa, iklan Instagram berpotensi menjangkau 41,2% masyarakat Indonesia.

Saya bersama tim sudah mengkaji bagaimana informasi tentang slow fashion tersebar di Instagram, khususnya melalui dua akun berpengaruh, @setali.indonesia di Indonesia dan @klothcircularity di Malaysia, yang aktif mempromosikan fesyen berkelanjutan.

Hasil studi menunjukkan bahwa konten edukatif mendominasi komunikasi slow fashion di Instagram, mencakup 53% dari total unggahan, diikuti oleh konten interaktif (41%) yang melibatkan diskusi dan partisipasi komunitas. Sementara itu, konten promosi langsung hanya 6%. Artinya, promosi slow fashion harus berfokus pada konten edukasi dan keterlibatan komunitas daripada sekadar iklan biasa.

Masih Pilih Fast Fashion?

Ingat, tragedi Rana Plaza merenggut 1.100 nyawa pada 2013 silam karena perusahaan garmen mengabaikan peringatan kerusakan bangunan demi memproduksi fast fashion tanpa henti. Berbagai merek populer terlibat tragedi ini karena memilih memproduksi barangnya di sana demi ongkos murah.

Belum lagi, dampak fast fashion terhadap pemanasan global dan biodiversitas laut yang tercemar mikroplastik. Lebih baik kita sama-sama belajar menahan nafsu, berhenti mengikuti tren fast fashion, dan mulai menabung untuk mendukung fesyen ramah lingkungan, yuk!


Penulis: Angga Ariestya, Mahasiswa S3 di ICSJ Charles University

Tags: Fashion IndonesiaIndustri FesyenOpini MahasiswaRamah LingkunganSlow Fashion

Related Posts

Pertumbuhan ekonomi digital ciptakan permintaan tinggi jasa akuntansi
Opini

Pertumbuhan ekonomi digital ciptakan permintaan tinggi jasa akuntansi

April 30, 2025
1
Etika Pasar dan Transparansi Digital Membangun Kepercayaan dalam Ekonomi Modern
Opini

Etika Pasar dan Transparansi Digital Membangun Kepercayaan dalam Ekonomi Modern

April 28, 2025
2
Peran Agile Pemasaran dalam Menghadapi Gejolak Bisnis Global
Opini

Peran Agile Pemasaran dalam Menghadapi Gejolak Bisnis Global

April 26, 2025
1
Sinergi UMKM, Koperasi, dan Organisasi Masyarakat akan Perkuat Ekonomi Rakyat
Opini

Sinergi UMKM, Koperasi, dan Organisasi Masyarakat akan Perkuat Ekonomi Rakyat

April 22, 2025
5
Melampaui Kebaya dan Seremonial, Menghidupkan Gagasan dalam “Panggil Aku Kartini Saja”
Opini

Melampaui Kebaya dan Seremonial, Menghidupkan Gagasan dalam “Panggil Aku Kartini Saja”

April 21, 2025
3
Pentingnya Penerapan Kepemimpinan Digital Untuk Kunci Sukses Di Era Transformasi Teknologi
Opini

Pentingnya Penerapan Kepemimpinan Digital Untuk Kunci Sukses Di Era Transformasi Teknologi

April 20, 2025
8
Next Post
Agustin Ningsih: Dari PHK hingga Sukses di Shopee Live dan Mampu Berdayakan Orang Sekitar

Agustin Ningsih: Dari PHK hingga Sukses di Shopee Live dan Mampu Berdayakan Orang Sekitar

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular

  • MemoriBox.ID Hadir di Singaraja: Mahasiswa Polbangtan Ubah Hobi Fotografi Jadi Bisnis Kreatif

    MemoriBox.ID Hadir di Singaraja: Mahasiswa Polbangtan Ubah Hobi Fotografi Jadi Bisnis Kreatif

    9 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia Tampilkan Harmoni Alam, Budaya, dan Teknologi di World Expo 2025 Osaka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terbang dari Bali ke Australia Kini Lebih Terjangkau dengan Peluncuran Rute Baru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rupiah Melemah Terus, Pakar Unair Soroti Tanggung Jawab Pemerintah dan BI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DKN KMHDI 2025 Resmi Dimulai di Denpasar, Dorong Wirausaha Muda untuk Indonesia Emas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Popular Tag

artificial intelligence Bisnis Camilan brand lokal BRI Cafe Kekinian Coffee Shop Digital Digitalisasi UMKM Ekonomi Global ekspor Event Jakarta Expo Food Festival Hari Kartini Industri Fesyen investasi Kebijakan Ekonomi Konflik AS China Koperasi Kopi Kredit Bank Kuliner Lokal Kuliner Sehat Opini Mahasiswa Pakar Ekonomi Pemberdayaan Ekonomi Pertanian Berkelanjutan Produk Lokal Shopee Snack startup tarif Tarif Impor AS trump UMKM UMKM Bogor UMKM Digital UMKM Indonesia UMKM Jakarta UMKM Kuliner UMKM Malang UMKM Perempuan UMKM Semarang UMKM Yogyakarta Usaha Rumahan

About

Detik Bisnis adalah portal berita yang menyajikan informasi terkini seputar bisnis, ekonomi, dan keuangan. Kami berkomitmen untuk memberikan analisis mendalam dan berita terpercaya guna membantu pengambilan keputusan yang lebih baik.

Follow us

Categories

  • Beauty
  • Digital
  • Editorial
  • Edukasi
  • Ekonomi
  • Event
  • Fashion
  • Health
  • Hobi
  • Investasi
  • Jasa
  • Korporasi
  • Kriya
  • Kuliner
  • Living
  • Opini
  • Pakar
  • Peristiwa
  • Pertanian
  • Profil
  • Startup
  • Story
  • Teknologi
  • UMKM

Recent Posts

  • Bali Nature Tembus Pasar Global, UMKM Bali Ini Sukses Ekspor Berkat Sentuhan BRI
  • UMKM Kreatif Bisa Tembus Pasar yang Lebih Luas dengan Identitas Usaha dan Literasi Keuangan
  • Bogor Food Festival 2025 Hadirkan 30 UMKM, Kuliner Legendaris Jadi Magnet Pengunjung
  • Puding Kelapa Valeeqa, Segarnya UMKM Bogor yang Bisa Dipesan Online
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2025 Detik Bisnis - Warta UMKM Naik Kelas.

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Event
  • Kuliner
  • Fashion
  • Edukasi
  • Beauty
  • Digital
  • Pertanian
  • Lainnya
    • Living
    • Kriya
    • Health
    • Hobi
    • Jasa
  • Kolom
    • Profil
    • Story
    • Pakar
    • Opini
    • Editorial

© 2025 Detik Bisnis - Warta UMKM Naik Kelas.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In